Bolehkah Bertayammum Dengan Selain Tanah?


Beberapa orang atau mungkin banyak orang yang ketika bertayammum, setelah memukulkan telapak tangan bagian dalam ke tembok, kursi, dindng kendaraan serta media lain yang berdebu, mereka menggerak-gerakkan atau meniup keduanya, dengan alasan mengurangi debu yang ada di telapak tangannya tersebut. Mereka mengatakan bahwa ini adalah perkara yang disunahkan atau dianjurkan dalam tayammum. 

Tapi nyatanya, menggerak-gerakan tangan seperti itu justru bukan perkara yang sunnah, akan tetapi sesuatu yang tidak dianjurkan atau makruh, bahkan bisa jadi terlarang dalam bertayammum. Kenapa demikian?

Karena kalau bertayammum di dinding, kursi, tembok atau badan kendaraan, debu yang menempel di telapak kadarnya sangat sedikit sekali, kalau digerak-gerakkan lagi, habislah debu yang tadinya sudah menempel. Kalau sudah habis, mau bertayammum dengan apa? Akhirnya tayammumnya menjadi tidak sah, karena tidak ada debunya.

Sunnah menggerak-gerakkan tangan

Menggerak-gerakkan tangan setelah memukulkan telapak ke media tayammum (tanah atauyang lain), itu kesunahan tayammum milik madzhab al-Syafi'iyyah saja. Sedangkan madzhab lain tidak seperti itu. Karena memang madzhab al-syafi'iyyah hanya membolehkan tayammum dengan media tanah atau pasir. Dalam madzhab ini selain 2 media tersebut, orang muslim tidak bisa bertayammum.

Karena wajib di tanah atau pasir, tentu debu yang menempel banyak sekali kadarnya, bahkan ada bebatuan kecil. Nah, untuk itu disunnahkan atau dianjurkan setelah memukulkan tangan ke tanah untuk menggerak-gerakkan kembali atau meniup, agar bebeatuan-bebatuan kecil yang ada itu terjatuh, sehingga tidak melukai atau menyakiti muka yang akan diusap. Di situ poin kesunahannya.

Jadi, Kalau tidak betayammum dengan tanah, ya tidak perlu seperti itu. Ini anjuran yang ada dalam madzhab al-syafi'iyyah dalam bertayammum, karena memang harus di tanah atau pasir. Berbeda dengan madzhab lain, yang membolehkan bertayammum dengan media selain tanah atau pasir.

Sumber perbedaan?

Perbedaan pandangan antara al-syafi'iyyah dan madzhab selainnya itu merujuk kepada ayat pensyariatan tayammum itu sendiri, yaitu;

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
"Bertayammumlah kalian dengan sho'id yan suci" (al-Maidah 6)


Madzhab al-Syafi'iyyah menterjemahkan kalimat sha'id yang ada dalam ayat itu sebagai debu tanah, merujuk kepada tafsir Ibnu Abbas terkait ayat itu sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab al-Syafi'iyyah. Dan keberadaan debu yang nyata itu hanya terdapat pada tanah atau pasir saja.
Adapun media lain, memang berdebu, akan tetapi keberadaan diragukan, bisa ada bisa tidak.

Terlebih lagi bahwa Nabi saw ketika tayammum disyariatkan, beliau selalu bertayammum dengan debu tanah, dan tidak pernah bertayammum dengan badan unta atau kudanya atau media lain. Karena itu, dalam madzhab ini tayammum hanya boleh pada dua media tersebut.

Sedangkan madzhab lain (al-Hanafiyah dan al-Malikiyah), merujuk kepada kalimatSha'id dalam ayat itu sendiri. Maknanya dalam bahasa adalah "wajh al-Ardh" (muka bumi), atau "kullu maa sha'ada 'ala al-Ardh" (setiap yang berada di permukaan bumi). Jadi apapun itu bendanya, kalau dia berada di atas muka bumi, dan ada kemugkinan debu menempel di situ, itulah media tayammum yang disyariatkan.

Toh dalam hadits-hadits juga Nabi Muhammad s.a.w menyebutkan tanah secara mutlak tanpa membedakan dan menggharuskan di tanah atau pasir. Terlebih lagi, semua sepakat bahwa tayammum itu harus dengan debu, dan debu tidak hanya menempel di tanah atau pasir, ia juga ada di media-media lain selain itu. Jadi selama ada debunya, kenapa harus dibatasi? Intinya kemungkinan adanya debu di media tersebut sangat besar.

Wallahu a'lam

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya