Non-Muslim Masuk Masjid, Boleh atau Tidak?

Masalah non-muslim masuk ke masjid memang masalah yang sejak dulu ulama sudah berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang mengatakan boleh, ada juga yang menolaknya. Dan kesemua perbedaan ulama tersebut bertumpu pada ayat 8 surat Al-Taubah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
"Wahai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka jangan sekali-kali mereka mendekati masjid Al-Haram setalah tahun ini" .

Perbedaannya terletak apakah syiriknya orang musyrik (non-muslim) itu sebuah ke-najisan yang membuatnya terlerang masuk masjid? Lalu kalau memang demikian, apakah larangan masuk masjid ini hanya terbatas untuk masjidil-Haram saja sebagaimana yang disebutkan di ayat atau seluruh masjid?

Ulama dalam hal ini terbagi menjadi 3 kelompok pendapat;
[1] Non-Muslim haram masuk masjid secara mutlak, tidak terbatas Masjidil-haram saja.
[2] Non-Muslim boleh masuk masjid, kecuali Masjidl-haram.
[3] Non-Muslim boleh masuk masjid secara mutlak, termasuk masjidil-haram.

[1] Non-Muslim haram masuk masjid secara mutlak, tidak terbatas Masjidil-haram saja

Ini pendapat yang dipegang oleh madzhab Al-Malikiyah, bahwa seorang non-muslim dilarang masuk masjid, di manapun itu termasuk masjidil-haram, walaupun orang muslimnya mengizinkan mereka untuk masuk.

Madzhab ini berhujjah dengan ayat di atas, bahwa seorang muslim tidak bisa masuk masjid. Walaupun yang disebutkan diatas hanya masjidil-haram saja, akan tetapi keharamannya masuk masjidil-haram tersebut terikat dengan sifatnya orang musyrik itu yang najis, maka ketika najis itu ada, hukum keharaman tetap berlaku untuk seluruh masjid.  

Najis yang di maksud oleh Al-Malikiyah bukanlah najis secara zahir, karena Al-Malikiyah bersama mayoritas ulama yang mengatakan bahwa najis disini ialah najis secara makna bukan zahir[1]. Akan tetapi seorang non-muslim dilarang masuk masjid karena ia membawa najis, yaitu syirik. Kesyirikan ialah najis yang menodai kehormatan masjid.

Sama seperti orang Junub, mereka dilarang masuk masjid karena membawa najis, begitu juga dengan non-muslim, bahwa ke-syirikannya itu najis. Walaupun mereka diizinkan masuk orah orang muslim sendiri, tetap saja tidak boleh, karena kehormatan masjid terjaga oleh syariah, dan izin seorang muslim tidak bisa mengangkat kehormatan itu.[2]  

[2] Non-Muslim boleh masuk masjid, kecuali Masjidl-haram.

Ini adalah pendapat madzhab Al-Syafi'iyyah dan pendapatnya madzhab Hanabilah. Hanya saja mereka semuanya mensyaratkan izin dari orang muslim bagi orang non-muslim untuk masuk masjid. Dan ini untuk seluruh masjid kecuali Masjidil-Haram.[3]

Dalam kitabnya, Al-Umm, Imam Syafi'i berkata:
"orang musyrik tidak terlarang berdiam (menginap) di masjid, kecuali masjidil-haram. Sebagaimana Jubai bin Muth'im yang pernah menginap di masjid Nabawi ketika datang ke maadinah untuk berter tawanan".[4]  

Selain itu, kelompok ini juga berargumen dengan beberapa hadits, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori (no. 449) dan juga Imam Muslim (no. 3310), bahwasanya Nabi saw dan para sahabat pernah menawan Tsumamah bin Utsal, tuannya Ahlu Yamamah dan mengikatnya di Masjid Nabawi, yang ketika itu ia masih dalam keadaan Kafir. Kalau seandainya seorang kafir tidak boleh masuk masjid, pastilah ia tidak diikat disitu.

Sebagaimana juga disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa Nabi saw mengistirahatkan utusan Bani Tsaqif di Masjid Nabawi padahal mereka semua ketika itu masih dalam kekafirannya.

Diriwayatkan dari Sa'id bin Al-Musayyib bahwasanya Abu Sufyan pernah masuk masjid ketika ia belum memeluk Islam dan Nabi melihatnya, tapi tidak melarangnya[5]. Ini bukti bahwa memang larangan hanya terbatas pada masjidil-haram saja, tidak masjid yang lainnya.

[3] Non-Muslim boleh masuk masjid secara mutlak, termasuk Masjidil-Haram.

Ini adalah pendapat yang muktamad dari madzhab Al-Hanafiyah (selain Imam Muhammad bin Hasan, sahabat Imam Abu Hanifah), hanya saja mereka membedakan antara orang kafir Dzimmy dan musyrik. Kafir Dzimmy boleh masuk masjid, tapi tidak untuk musyrik.

Musyrik ialah para penyembah berhala, sedangkan non-muslim lainnya seperti orang Nashrani dan Yahudi jika memang ada perjanjian (al-'Ahdu) aman antara mereka dengan muslim, maka mereka dibolehkan[6]. Karena ketika ada perjanjian tersebut, status mereka menjadi dzimmy.

Dalil yang mereka gunakan sama seperti dalil yang digunakan oleh madzhab Al-Syafi'iyyah dan Al-Hanabilah dalam membolehkan orang non-muslim masuk masjid selain Masjidil-Haram. Adapun tentang kebolehan masuk masjidil-haram bagi non-muslim, mereka punya tambahan argument.  

Kalangan Al-Hanafiyah mengatakan bahwa memang larangan memasuki Masjidil-Haram untuk non-muslim itu ada jelas, akan tetapi larangannya itu hanya untuk haji. Maksudnya ialah orang non-muslim boleh masuk masjidil-haram kecuali jika ia masuk ketika musim haji atau unutk berhaji dan umrah.

Karena larangan yang ada di ayat itu terikat dengan ujung ayatnya, yaitu kalimat [بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا] ("Setelah Tahun ini"). yang memang ini turun di tahun ke 9 Hijrah, dimana setelah ayat ini turun, orang musyrik tidak lagi diperbolehkan berthawaf di ka'bah karena kebiasaan mereka yang berthawaf telanjang sebagaimana yang mereka sejak zaman jahiliyah.

Jadi laraganan itu hanya larangan untuk mereka berhaji (mengelilingi ka'bah), bukan untuk masuk masjidil-haram. Ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori (no. 4015), dan Imam Muslim (no. 2401), setelah turunnya ayat ini, Nabi saw bersabda:

لَا يَحُجُّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ وَلَا يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ
"Tidak ada lagi orang musyrik berhaji setelah tahun ini, dan tidak ada lagi yang berthawaf dengan telanjang"

Wallahu A'lam.




[1] Fathul-Qadir li Al-Syaukani 2/230
[2] Syarhu Mukhtashar Al-Kholil 1/174
[3] Al-Majmu' 2/174, Al-Mughni 8/532
[4] Al-Umm 1/71
[5] Al-Mughni 8/532
[6] Radd Al-Muhtar 6/387

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya